Refleksi 2.23

Salam, Tim.

Berikut catatan reflektif saya minggu ini.. Semoga bermanfaat.

——————–

Sekitar akhir Juli 2015 lalu, saya diundang untuk menghantarkan sebuah sesi pada pelatihan untuk pelatih (TOT) 1 pada sebuah kerja piloting tentang implementasi Pendidikan Inklusi di 20 Madrasah sasaran program Kemitraan Pendidikan Austrlia Indonesia. Namanya juga piloting, tentu lebih banyak unsur-unsur belajarnya bagi para stakeholders yang terlibat, khususnya madrasah sasaran. Pun, durasinya sangatlah pendek: selama enam bulan. Piltong ini semacam mencari pondasi untuk implementasi lebih jauh di masa mendatang perihal pendidikan inklusi di lingkungan madrasah. Tentu banyak hikmah yang di pelajari, banyak cerita indah dan optimisme yang menghias, banyak airmata menetes haru, dan banyak praktik baik yang dipetik. Ulasan detailnya dapatlah ditanyakan pada kawan-kawan di MDC Banten, MDC NTB, MDC Jatim, MDC Sulsel dan Maarif Jateng. Mereka lebih banyak cerita dari pada saya, dan tentunya lebih shohih.

Eh, minggu lalu saya diundang untuk sebuah perayaan penutupan kontrak kerja implementasi Piloting itu di MDC Jatim. Belum juga saya sempat melihat implementasinya, sudah ada undangan closing. Time flies. Waktu berlalu begitu cepat.  Ada yang menarik begitu melihat undangannya: perayaan penutupan dilakukan di sebuah hotel bintang 5: Shangri La Surabaya. Rupanya, tim MDC Jatim dapat menjalin kerja sama dengan pihak pengelola CSR hotel untuk penyelenggaraan acara tersebut di sana. Lebih dari itu, empat madrasah sasaran program inklusi ini mendapat bantuan media belajar untuk anak berkebutuhan khusus dan alat musik kesenian tradisional. Senang melihat lembaga mitra, dan bukan hanya di Jatim, telah mampu berjejaring dan dengan hasil yang nyata untuk madrasah, baik di program peningkatan mutu madrasah (Akreditasi) maupun Inklusi. Bravo!

Banyak sekali yang memberi sambutan: saya, ketua MDC, Dekan Fakulas Psikologi dan Kesehatan UINSA, perwakilan Biro Kerjasama Internasional Pemprov Jatim, perwakilan Dinas Pendidikan Pemprov Jatim, GM Shangri La, beberapa perwakilan oganisasi penyandang disabilitas, dan Kabid Penma Kemenag Jatim. Pada dasarnya, tidak ada satupun yang menolak, sebaliknya, semuanya mendukung pendidikan inklusi. Semua punya program untuk pendidikan inklusi. Binggo! Di samping sambutan, dalam perayaan ini disajikan anak-anak dari madrasah sasarna program inklusi.

Dari sekian sambutan itu ada dua sambutan yang paling menyita perhatian saya. Pertama, pihak Pemprov Jatim yang mengungkapkan bahwa selama ini fokus pengembangan pendidikan inklusi berada di sekolah-sekolah umum. Kegiatan perayaan penutupan tersebut memberikan masukan kepada mereka bahwa banyak anak-anak bangsa yang berkebutuhan khusus dan belum ditangani secara memadai, dan anak-anak bangsa itu berada di lingkungan pendidikan madrasah. Di masa mendatang, besar potensinya untuk melibatkan madrasah dalam pengembangan pendidikan inklusi. Sip!

Yang kedua dari GM Shangri La Surabaya, Martin Branner. Dia menyatakan perusahaannya sangat mendukung pendidikan inklusi, dimana sebagian dana CSR mereka dialokasikan untuk pendidikan inklusi. Pada dasarnya, pendidikan inklusi adalah jembatan untuk mewujudkan pendidikan untuk semua. Semua orang harus menerima pendidikan yang bermutu, karena pendidikan itu sangatlah penting. Dan hal itu adalah hebat. Namun pendidikan inklusif saja tidaklah cukup.

Ngga cukup? Iya! Setelah anak-anak berkebutuhan khusus terdidik, lalu bagaimana caranya mereka dapat menopang kehidupan mereka sendiri, hidup mandiri? Dia menjelaskan, setiap anggota masyarakat harus saling mendukung dan saling memberikan manfaat dengan peran masing masing. Di sinilah kemudian peran sektor swasta diperlukan. Sektor swasta harus menerima beberapa orang diffabel sebagai pekerja mereka. Orang diffable yang terdidik harus diterima di tempat kerja mereka. Dia mengungkapkan, terdapat 2% pegawai penyandang diffabel di hotelnya saat ini. Angka ini hanyalah permulaan. Mereka akan evaluasi, bila positif untuk semua pihak, angka itu bisa naik menjadi 5%, atau bahkan 10%.

Saya salut pada komitmen dan kerja riil dia untuk kaum diffabel. Setelah kembali di tempat duduknya, saya bilang terima kasih untuk mengapresiasi kerjanya. “Private sector needs to be educated for this matter. If you need me to share with them, I am happy to share out experiences,” ujarnya.

Dalam pandangan saya, komitmennya adalah sebuah semangat untuk membantu dalam penyebaran manfaat kepada sesama manusia. Sejujurnya, di balik tawaran itu, saya melihat sebuah tantangan untuk dijawab bersama… Ayo!

Mari kita menyebarkan manfaat untuk sesama manusia. Dan beristiqomah tentangnya.

 

Salam,

Mokhamad Iksan