Pemimpin Sejati : Membangun Tim Handal !

Refleksi kali ini adalah catatan ringan saya bersama sosok bernama Russell Keogh.

———–

Malang, awal bulan Mei 2004. Saya melihat sebuah iklan lowongan di koran lokal. Lowongan yang membuat saya tertarik itu adalah posisi “Sekretaris” untuk lembaga pengembangan pendidikan. Job deskripsinya sekitar administrasi, translasi dan interpretasi Indonesia-Inggris dan sebaliknya, kepanitiaan pelatihan. Saat itu, saya adalah wartawan sebuah media nasional yang bermarkas di Kebon Jeruk, Jakarta. Walaupun wartawan berita umum, saya lebih suka menulis tentang dunia pendidikan yang ada di Malang. Dunia pendidikan adalah dunia yang menantang untuk ditulis dan temanya selalu ada. Makanya, saya begitu dekat dengan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Bapak Kamilun Muhtadin (almarhum).

Akhirnya, saya melamar lowongan sekretaris itu. Toh, lembaganya masih di bidang dunia pendidikan. Istri saya juga tertarik, dan melamar juga. Sepasang suami istri melamar di posisi yang sama di lembaga yang sama. Akhir akhir minggu kedua, HP saya berdering. Seseorang yang nada suaranya tampak seperti orang bule dengan bahasa Indonesianya yang terbata-bata meminta saya untuk interview untuk posisi yang saya lamar. Namanya Geoff Sanderson. Tentu saja saya menyambut undangan itu. Tak berapa lama, saya terima sms, “Mas, aku dapat interview di posisi sekretaris itu”. Alhamdulillah. Ada tiga orang yang dinterview. Seorang perempuan sebelum saya, saya sendiri, dan istri saya.

Hari interview. Saya bertemu dengan seorang staf laki-laki yang menyambut saat itu. Mau bertemu Pak Geoff Sanderson, mas. “Wawancara ya? Silakan tunggu, masih ada yang diinterview,” jawabnya. Akhirnya, giliran saya tiba. Dalam ruang interview yang dingin, damai dan hijau. “Hello, Mokhamad Iksan. My name is Geoff Sanderson, Team Leader of the program. I have a friend here to interview you today”, sambil mengarahkan saya kepada orang berkacamata, “Russell. His name is Russell Keogh!” Inilah saya kali pertama bertemu, dan hanya Tuhan yang tahu, bila bertahun-tahun kemudian saya masih juga suka bekerja sama dengannya, sampai hari ini. Saya merasa, interview berjalan baik. Semua pertanyaan dan skenario dilalui. Lalu giliran istri saya. Begitu tiba di ruang tunggu, “Wah, wajahnya cerah. Kayaknya diterima, nich,” kata staf laki-laki itu, yang tak lain adalah Erwin Ruliahsyah. “Amien,” jawab saya.

Tiga hari kemudian, saya diminta ketemu Geoff lagi. Demikian juga istri saya. Aneh. Satu posisi, tapi dua orang yang suruh hadir. Gak mungkin lha ada posisi sekretaris dijabat dua orang dengan sistem shift, dalam hati saya yang optimis diterima. “It’s a hard decision. You are both strong canditates, and uniquely from one family,” kata Geoff. Akhirnya, posisi itu dipecah: fungsi pertama adalah murni sekretaris dan urusan komunikasi, satu lagi urusan translasi dan training support. Fungsi pertama untuk istri saya dan fungsi kedua untuk saya. Setelah itu, dia memaparkan hak dan kewajiban pada posisi-posisi itu. Apakah kalian mau menerimanya, tanya si Geoff. “Yess!” tentu saja itu jawaban kami.

Kata “yess” itu akhirnya membuka lembar buku “International Development” dalam hidup saya. Lembaga baru ini adalah Indonesia-Australia Partnership in Basic Education (IAPBE). Geoff Sanderson adalah Team Leader, Russell Keogh menjabat School Development Advisor, dan Trina Supit adalah advisor bidang Education Governance. IAPBE adalah program yang sukses, sehingga banyak sekali lesson learnt yang dipelajari untuk diterapkan di berbagai proyek dan program yang didanai AusAID di bidang pengembangan mutu pendidikan dasar. Ah, saya tak akan banyak bicara tetang program ini. Saya hanya akan membuat catatan kecil tentang bagaimana rasanya bekerja dalam sebuah tim dimana saya terlibat dan Pak Russell juga ada di dalamnya. Ya, Russell siapa lagi kalau bukan Russell Keogh.

Pertama kali bekerja dengannya, hal yang paling kentara adalah usaha untuk membangun tim kerja yang handal. Tim dibentuk dengan sebuah proses yang panjang. Semua anggota tim diperlukan untuk mengetahui gambaran besar dan tujuan organisasi. Sesuai dengan porsinya, semua anggota diberi wewenang penuh dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap wewenang yang diberikan. Tanpa adanya tim yang handal, susah dan nyaris mustahil mencapai tujuan organisasi secara maksimal. Dalam rangka membangun tim itu, apresiasi terhadap anggota tim atas peran yang diembannya haruslah selalu diberikan dengan tulus, tepat waktu dan tepat pula takarannya. Setiap akhir sesi penutupan sebuah pelatihan, Russell menyampaikan apresisasinya kepada tim kerjanya, secara terbuka di depan semua peserta.

Hal kedua yang saya catat adalah untuk mencapai hasil yang besar, segala sesuatu harus ditata dan terencana. Saya menduga, Russell sangat dipengaruhi latar belakangnya sebagai kepala sekolah. Bisa dilihat dan dibuktikan, dalam tasnya selalu ada agenda kerja yang penuh coretan. Entah itu buku agenda yang tebal, atau sekedar jadwal print-out dari Microsoft Outlook. Print-out ini pun penuh coretan, seperti lembaran-lebaran agendanya itu habis diobrak abrik seekor ayam. Saya masih ingat, dulu ada satu dinding di ruang kerja konsultan yang dia pajang print-out kegiatan selama setahun penuh. Semua orang tahu apa agenda kerja besar di tim kerjanya. Dalam menjalankan mekanisme organisasi, dia begitu memperhatikan hal-hal detail. Kalau mau bukti, ajukan saja draft cover sebuah modul atau buku dan mintakanlah pendapatnya. Hal-hal kecil akan dia perhatikan dan sampaikan.

Beruntunglah mereka yang punya atasan seperti dia. Professional development untuk staf adalah fitur yang selalu ada dalam organisasi yang dia pimpin. Dia akan membantu staf untuk terus berkembang sesuai dengan potensi dirinya, bahkan lebih dari yang staf itu bayangkan. Tentu saja, bila kesempatan itu sudah diberikan, si staf harus diimbangi dengan kerja secara sungguh-sungguh. Saya adalah salah satu dari sekian banyak orang yang bisa menikmati fitur itu. “Beri dia kesempatan” adalah mantra yang selalu dia pakai untuk mengembangkan profesionalisme staf. Salah satu strategi pengembangan profesi itu adalah memperluas jaringan. Dialah juga yang memperkenalkan saya pada orang yang sama hebatnya: Kyai Robert Kingham, yang saat itu menjadi tulang punggung LAPIS.

Dus, Russell adalah orang yang peduli sesama. Dia suka menolong orang lain, apalagi orang-orang yang dekat dengannya. Terkadang, pendekatannya lebih organisatoris dari pada personal. Suatu kali saat pelatihan di Hotel Kartika Wijaya di Batu, ada seorang ibu peserta hamil tua. Pada hari kedua, si ibu kontraksi dan akan melahirkan. Pada hari yang sama lahirlah seorang bayi perempuan mungil di sebuah rumah sakit di Batu. Untuk mengenang orang baik ini, si bayi diberi nama Russellia Kartika …. Ah, saya lupa nama terakhirnya.

Apakah saya pernah dimarahin? Iya, sekali. Jika marah, dia akan meledak! Ciri-ciri dia marah matanya tajam, kacamatanya melorot, dan intonasinya tinggi walau suaranya tidak selalu nyaring. Ada tingkat marah stadium 4, yakni, kerah bajunya ditekuk ke atas ala drakula. Serem? Tentu saja. Apa yang saya pelajari? Jika marah, tuntaskan saja. Perbaiki masalahnya. Lalu, lupakan muatan emosinya.

Hari ini, Jumat 30 December 2012, adalah hari terakhir Pak Russell berkantor di C3. Rasa sedih pastilah ada, tapi saya tidak kecewa. Saya yakin, kita akan bertemu lagi, di suatu tempat, pada suatu waktu, dalam peran yang berbeda, dan dalam kehangatan yang sama. Semoga.

Terima kasih, Pak Russell.

———

Semoga Bermanfaat. Salam Sukses!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *