Banyak Cara Kreatif Meningkatkan Mutu

Tulisan kali ini masih akan difokuskan pada bagaimana mendanai peningkatan mutu madrasah. Kembali, saya lebih akan mengungkapkan apa yang pernah terjadi dan berhasil mengangkat mutu pendidikan. Saya akan comot sana sini, bukan hanya cerita sukses madrasah saja tapi lembaga pendidikan umum lainnya.

Masalah dana adalah masalah yang paling sering ditemui oleh lembaga pendidikan, terlebih lagi madrasah. Tidak sedikit madrasah yang cash flow nya selalu minus. Banyak madrasah yang memiliki saldo di rekening bank-nya menyisakan sejumlah uang limit terendah yang tak bisa ditarik. Dana itu tetap berada di sana agar rekening tidak ditutup oleh bank, sehingga ada tempat bagi masuknya dana BOS. Pendek kata, banyak madrasah tak punya uang yang mencukupi untuk meningkatkan mutu layanan pendidikannya.

Namun begitu, kekurangan dana bukanlah alasan untuk berhenti berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan madrasah. Dana memang penting dan perlu untuk sebuah madrasah, tapi ketiadaan dana itu sama sekali tidak dibenarkan dengan sekedar menunggu bantuan agar madrasah maju. Dana minim bukan alasan, tapi sebuah tantangan untuk maju dan terus berkembang. Bagaimana caranya?

Sebagai latar pemikiran saya perlu jelaskan hal berikut. Pertama, saya akan ceritakan sekelumit kisah dalam satu episode masa lalu saya. Saat itu, ada satu teman dokter mengajak saya untuk bikin klinik kesehatan. Tenaga kesehatan bisa disediakan, alat kesehatan mudah dibeli, “pasar’ sudah cukup tersedia. yang belum tersedia adalah modal usaha. Saya tak punya, demikian juga teman saya itu.

Mau mengajukan kredit, tak ada agunan. Akhirnya, saya minta bantuan teman saya yang lain untuk mendapatkan dana itu. Teman saya yang satu ini adalah seorang Wakil Ketua DPRD propinsi, saat itu. Dia juga salah satu direktur raksasa lembaga bimbingan belajar yang berpusat di Yogya. Saya pikir, teman ini bisa bantu saya carikan kredit bank. Yang membuat saya bersyukur bukan soal kredit itu, tapi apa yang dia ucapkan pada saya. Dia berkata bahwa dia senang kalau saya mau buka klinik kesehatan. Alasannya, “Ada tiga sektor bisnis yang tak akan mati bila dikelola dengan baik: Semua orang butuh MAKAN, Semua orang butuh SEHAT, dan semua orang butuh PINTAR. Apa pun bisnisnya, tiga sektor itu tidak akan mati.”

Kenapa tak akan mati? Sederhana saja, karena jumlah manusia makin bertambah dan terus bertambah. Klinik kesehatan adalah salah satu tempat orang mencari sehat, demikian juga dengan orang ingin pintar pergi ke sekolah. Lebih lanjut teman saya itu bercerita, karena orang ingin pintar, model bimbingan apa saja yang dibuka oleh lembaganya, pasti ada yang mau beli layanannya. Bahkan, lebih lanjut dia menjelaskan, saat lembaganya membuka Universitas Enterpreneur, yang daftar juga membludak.

Dari cerita teman saya itu kemudian saya yakin, bila dikelola dengan baik, madrasah akan semakin dibutuhkan dan dicari. Madrasah dibiarkan saja, masih banyak orangtua yang mengirimkan anakanya ke madrasah. Yaa, semacam terperosok ke dalam “Malthusian trap” di sektor pendidikan.

Kedua, saya tidak sedang membuat sebuah stereotipe, namun sering kali kita temui kesadaran masyarakat kita memiliki logika seperti ini: berpendidikan (educated) = bersekolah (schooling) atau pintar = nilai rapor sekolah tinggi. Saya tidak akan mengkritisi pandang seperti itu, dan sudah banyak juga yang menuliskannya dalam berbagai buku. Yang akan saya utarakan begini. Kesadaran itu masih ada dan bahkan mendominasi. Nah, yang menjadi poin saya adalah implikasi dari kesadaran itu. Implikasinya adalah masyarakat masih membutuhkan, bahkan menggantungkan, pada lembaga pendidikan, termasuk madrasah, agar anaknya dinilai berpendidikan dan pintar.

Kebutuhan dan ketergantungan masyarakat itulah yang menjaga ketersediaan medan jihad fi sabilillah bagi para pegiat madrasah. Kebutuhan dan ketergantungan itu menyemai amal jariyah ilmu yang ditanamkan ke anak didik, yang insyallah pahalanya akan terus mengalir. Dan secara hukum ekonomi, kebutuhan dan ketergantungan itu menciptakan ‘pasar’ yang luas dan konstan terhadap layanan lembaga pendidikan. Jadi, percayalah, atas dasar dua pemikiran awal itu, madrasah akan tetap dibutuhkan oleh masyarakat. Pertanyaannya, sejauh mana tingkat kebutuhan menghasilkan pilihan tunggal dari berbagai pilihan lembaga pendidikan yang tersedia? Jawabannya, seberapa tinggi mutu madrasah itu sendiri. Semakin bermutu, madrasah akan semakin menjadi pilihan utama masyarakat untuk pendidikan anak-anak mereka, demikian juga logika kebalikannya.

Sekarang kita kembali ke pertanyaan awal kita, bagimana meningkatkan mutu dengan modal yang terbatas. Seperti saya sebut di awal, dana itu penting untuk berjalannya sebuah organisasi. Coba kawan-kawan identifikasi dimana sumber-sumber dana bagi madrasah itu berada. Banyak! DIPA kementerian, APBD propinsi, dana yayasan, ABPD kabupaten/kota, lembaga donor, warga masyarakat, dana organisasi sosial, CSR, wali murid, dan sebagainya dan saya persilakan kawan-kawan menambahkannya.

Saat kita mengidentifikasi sumber-sumber dana itu, kadang kita lupa bagaimana soal akses madrasah ke dana itu, lapang, terang benderang dan terbuka luas, atau sempit, berliku dan ada ‘musang’ di setiap tikungan. Nah tugas SNIP untuk madrasah, wa bil khusus madrasah sasaran, untuk mencari akses sumber dana itu dan menjadikan akses itu selapang, seluas dan sebenderang mungkin. Dan yang sering kita lupa soal identifikasi sumber dana itu adalah dana milik madrasah sendiri! Ini penting. Jangan sampai terjadi peristiwa dimana kita sibuk mencarikan akses dana untuk madrasah, ternyata madrasah itu sendiri tidak mau mengeluarkan dana miliknya sendiri, demi program peningkatan mutu pendidikannya.

Ini sama saja kita menggantikan peran dan tanggung jawab pengelola madrasah, bukan memberdayakan mereka. Tidak, ini tidak perlu terjadi. Sekecil dan seberapa pun dana yang dimiliki oleh madrasah, itu harus dihitung sebagai modal awal kerja mereka untuk berkembang dan tumbuh. Nach, saya punya contoh pembiayaan madrasah yang mengacu pada modal awal madrasah itu sendiri. Kalau madrasah hanya memiliki 500 ribu rupiah sebagai modal untuk berkembangkan, maka itulah modal kerja yang bisa kita kembangkan.

Bila kawan-kawan sempat berkunjungan ke Kota Malang, di sebelah alun-alun kota ada sebuah SD negeri. Walaupun SD negeri, dulu sekolah ini juga kesulitan dana untuk mengembangkan mutu layanan pendidikannya. Saat ini, SD ini sudah maju dan menjadi salah satu pilihan warga, pembelajarannya sudah mempraktekkan pembelajaran aktif dan menyenangkan. Peran serta masyarakat dan murid cukup tinggi. Bagaimana sekolah ini maju dalam hal peningkatan mutu pembelajarannya? Tentu dengan pelatihan dan praktek PAKEM, namun tantangannya adalah dana tak ada.

Namun tak berapa lama, semua guru ini dilatih oleh para pelatih berkaliber nasional dari berbagai universitas di kota. Semua gurunya dilatih! Bagaimana caranya? Begini. Kepala SDN ini menyadari pentingnya meingkatkan mutu guru. Terobosan pendanaan yang dilakukan adalah sang kepala madrasah menghubungi beberapa kelapa sekolah yang lain. Mereka kemudian membentuk semacam konsorsium pengembangan mutu sekolah.

Dalam prakteknya adalah setiap sekolah mau melaksanakan pelatihan PAKEM. tapi kondisinya sama, tak ada dana. Lalu apa yang mereka lakukan? IURAN. Setiap madrasah mengirimkan guru untuk dilatih yang dilaksanakan di sekolah. Setiap sekolah mengirimkan 5 orang guru. Setiap guru dikenai sejumlah biaya tertentu yang ditanggung sekolah (kalau tidak salah 75 ribu tiap guru). Dana yang terkumpul sebanyak 5 x 5 x rp 75,000 = 1,850,000.- atau rp 425,000 per sekolah. Dana itu dibelanjakan untuk fee trainer, fotokopi materi, makan dan snack. Sisanya, ditabung untuk pelatihan selanjutnya. Demikianlah seterusnya pelatihan itu berlangsung. Tidak hanya PAKEM, tapi dilanjutkan dengan berbagai materi lain yang dibutuhkan oleh sekolah.

Apakah ada cara lain? Banyak. Ada arisan buku. Silakan kawan-kawan bayangkan, setiap madrasah butuh buku. katakanlah ada lima madrasah ibtidayah. Arisan kali ini untuk madrasah A untuk buku kelas 1. Setiap madrasah menyerahkan 5 buah buku. Maka, madrasah A itu akan mendapatkan 20 buku ekstra untuk kelas 1. Selanjutnya untuk madrasah yang lain, dan/atau kelas yang lain. Masih banyak cara lain untuk mendapatkan dana, misalnya, lelang karya siswa, lelang hasil kebun sekolah, menyelenggarakn tur spiritual/ziarah wali, atau lainnya.

Jadi, Kawan-kawan. Begitu banyak ide kretif bagi madrasah untuk maju. Ada Banyak jalan menuju Roma. Ada banyak cara menuju Mekah. Ada banyak pilihan menuju ridho-Nya. Yang diperlukan adalah bekerja lebih bersemangat lagi dan lebih keras lagi.
Semoga bermanfaat. Salam Sukses!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *