Membibit Pemimpin

Sore pulang dari kantor, tenggelam dalam kemacetan lalulitas Jakarta yang gila, saya ditelpon Pak Manajer memberitahukan bahwa salah satu rekan kita, Direktur SNIP Sumut Bapak Irawan Nasution, wafat (Semoga Allah mengampuni, mengasihi dan menyejahterakan beliau. Amien. Alfatihah). Kaget dan rasa kehilangan muncul, mengalahkan penat dan patah hati dengan kemacetan ini. Esok paginya, saya ditugasi untuk mewakili Tim C3 keseluruhan untuk bertakziah ke keluarga dan tim di Medan.

Pada gilirannya, masalah organisasi SNIP juga harus segera ditangani, roda organisasi harus tetap berputar, sais kepemimpinan harus dikendalikan, tujuan peningkatan mutu madrasah haruslah sampai, dalam waktu yang telah disepakati. Betul, dengan segala hormat kepada almarhum, kita berbicara tentang suksesi kepemimpinan. Dan, dalam hitungan minggu setelahnya, Kepala Kanwil Kemenag menerbitkan SK kepengurusan MDC yang baru, dengan Wakil Ketua menjadi Ketua, dan ex-officio, menjadi direktur SNIP. Sejujurnya, inilah pengalaman pertama Kemitraan Pendidikan di level SNIP mengalami suksesi kepemimpinan.

Maka, bagaimanakah suksesi kepemimpinan itu idealnya terjadi? Jawabannya, sangat bergantung pada bentuk dan tipe organisasinya. Sebuah jabatan/posisi kepemimpinan publik harusnya melalui proses, misalnya, pemilihan umum. Perusahaan swasta akan sangat bergantung pada pemilik saham mayoritas. Organisasi sosial merujuk pada kesepakatan bersama para anggotanya. Posisi kepemimpinan birokrasi dan militer ditentukan oleh jenjang kepangkatannya. Tentu, dinamikanya akan sangat kompleks, intens, dan terkadang emosional dalam arti mengaduk-aduk perasaan, dan sebagainya.

Percayalah, itu semua hanya sebagian kecil dari sebuah proses, bahkan hanyalah sebuah prosedur dan seringkali bersifat administratif. Proses yang sebenarnya dalam sebuah suksesi kepemimpinan itu panjang sekali. Hal ini terkait dengan kebutuhan bahwa seorang pemimpin itu membutuhkan sifat (traits), kecakapan, dan karakter yang berbeda dari mereka yang dipimpin. Betul, semua orang dapat menjadi pemimpin, namun tidak semua orang mampu memimpin. Betul, “kullu kum roin, wa kullu kum mas-ulun ‘an roiyatih” Setiap dari kita adalah pemimpin, dari setiap kita akan diminta pertanggungjawabannya.

Semakin besar peran dan kekuasaan pemimpin itu, semakin besar pula tuntutan pertanggungjawaban dan akuntabilitasnya. Dan dalam konteks yang peran dan tanggung jawab yang besar inilah, Ram Charan menyatakan dalam “Leaders at All Levels: Deepening Your Talent Pool to Solve the Succession Crisis” (2008) bahwa tidak semua orang mampu menjadi pemimpin yang besar, “Not everyone can become a leader. Leaders are different from everyone else in ways that no amount of classroom instruction can supply”. Oleh karenanya, dalam kondisi normal, seorang pengeran utama akan otomatis menjadi raja, namun ia tak akan otomatis menjadi raja yang baik dan cakap. Anak seorang presiden yang hebat dan dicintai rakyat belum tentu akan menjadi presiden yang hebat pula, itupun kalau dia terpilih.

Namun begitu, seorang pemimpin itu dapat diciptakan, dalam sebuah proses yang panjang. Dengan demikian, sebuah kepemimpinan yang hebat dari seorang manajer dapat diteruskan oleh seorang suksesor yang hebat pula, yang diciptakan melalui proses internal organisasi. Ada banyak cara proses menciptakan pemimpin yang dapat dihandalkan. Kepemimpinan bukan hanya soal pengetahuan, namun juga mencakup skill/kecakapan, sikap, kesiapan fisik dan mental. Dengan pemahaman ini, Ram Charan mendesain penciptaan pemimpian dengan model Magang/Apprenticeship.

Model Magang ini bukanlah model magang untuk menciptakan staf yang terampil, seperti magang anak-anak SMK atau mahasiswa di sebuah kantorpemerintah, pabrik atau lainnya. Model ini untuk menciptakan pemimpin. Oleh karena itu, fitur-fiturnya berbeda. Perusahaan besar sering kali memakai dan memodifikasi model ini menjadi management trainee (MT) atau Organizational Development Program (ODP).

Menurut Charan, Model Magang kepemimpinan ini dapat memetakan potensi kepemimpinan organisasi secara lebih dini dan mampu lebih cepat dalam menciptakan pemimpin daripada model pembibitan konvensional. Dalam prosesnya, Magang kepemimpinan ini memiliki beberapa langkah; pemilihan calon potensial untuk menjadi kandidat pemimpin, penugasan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan tantangan yang berjenjang, pemberian umpan balik (feedbacks) terhadap semua penugasan, sampai pada akhirnya organisasi memilih dan menobatkannya sebagai peneruss kepemimpinan.

Baiklah, saya akui, semua itu hanyalah teori belaka, dan sudah sangat terlambat untuk diterapkan di salah satu SNIP dalam konteks tulisan ini. Namun, jangan putus usaha, putus harap dan putus berdoa, tentang bagaimana sebuah teori bisa dipraktekkan. Saya punya cerita, ada satu perusahaan besar berita nasional yang dimiliki oleh mantan wartawan, berbasis di Surabaya. Sang pemimpin umum/CEO sudah merasa harus segera keluar dari tim manajemen, terlebih setelah putra mahkotanya telah menyelesaikan studi di Amerika. Apakah si CEO langsung memberikan jabatan itu langsung kepada si putra? Tidak. Dia membuat desain magang kepemimpinan seperti dalam tulisan ini. Caranya, si CEO menugaskan si anak untuk mengepalai satu divisi satu tahun, dan terus berrganti devisi. Ada semacam tour of duty bagi sang putra mahkota itu dalam setiap devisi. Setelah tuntas tour tersebut dan sang CEO menilai bahwa putranya telah siap, maka ia pun keluar dari manajemen. Sampai sekarang, perusahaan ini berkembang dan bahkan terlihat agresif.

Jadi, kita punya sebuah pengalaman dengan adanya SNIP yang dengan sangat terpaksa dan dengan sedih hati harus menjalani suksesi itu secara mendadak. Tentu, hal itu sangat tidak kita inginkan. Namun bila terjadi, apa dan bagaimana desain succession plan kita? Opsi ada di tangan kita semua. Tentu, tim C3 akan memberikan dukungan penuh kepada SNIP untuk memperkuat kepemimpinan dan manajemennya, baik dalam kondisi normal maupun emergency, baik diminta atau pun tidak. Kita semua bersama, untuk menjadi lebih baik.

Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat.

 

Salam Teamwork (Reliability-Respect-Honesty-Empowering-Focus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *