Strategic Intent : Kunci Sukses

Tahun 2012 sudah berada di lembaran terakhir, sudah berada di injury time. Di ujung bulan Desember ini, tirai tahun 2013 sudah melambai. Saya tidak akan meramal apa saja yang ada dan akan terjadi di balik tirai waktu itu. Saya tidak punya ketertarikan dan bukan orang yang tepat untuk membicarakannya. Ada hal lain yang ingin saya utarakan: sebuah refleksi tahun yang dilalui dan memproyeksi diri dalam tempo yang akan dijalani, utamanya saat kita berada di tempat kerja atau aktif di organisasi lain.

Saya awali dengan bertanya pada diri sendiri, apa yang telah kita perbuat untuk diri, untuk keluarga, tempat kerja, masyarakat, negeri dan agama? Belum juga sempat membuat jawabannya, muncul juga pertanyaan, lalu jika Allah masih mengizinkan, apa yang harus kita lakukan untuk setahun mendatang? Baiklah, saya tak akan menghitung apa-apa yang telah terjadi. Namun, setidaknya kita perlu memahami kenapa rencana kerja dan hal-hal yang baik begitu mudah, bisa, harus dan sukses dilaksanakan. Demikian juga sebaliknya, kita perlu mengetahui sebab-musababnya sebuah rencana yang tak berhasil kita laksanakan dan kenapa ada mimpi-mimpi kita yang tak terwujud. Keduanya, keberhasilan dan kegagalan, dipahami agar kita tidak termasuk orang yang merugi, apalagi bangkrut.

Yang saya refleksikan bukanlah hal yang bersifat personal. Itu bisa saja dilakukan, tapi dalam kesempatan ini refleksinya adalah bagaimana menjalani sebuah organisasi bernama School System and Quality (SSQ) Komponen 3/C3, yang dikontrak untuk menjalan program Akreditasi Madrasah di Kemitraan Pendidikan Australia Indonesia. Lembaga ini bekerja sama erat dengan Kementerian Agama di tingkat nasional, utamanya Unit Pelaksana Program Akreditasi Madrasah (UPPAM), dengan tujuh Kemenag Wilayah dan Kabupaten/Kota dan semua pemangku kepentingan di propinsi sasaran. Dalam menjalankan program Kemitraan Pendidikan ini, C3 menjalin kerja sama dengan tujuh lembaga mitra, dengan berbagai latar belakang organisasi, serta 565 madrasah ibtida’iyah dan madrasah tsanawiyah swasta.

Banyak sekali kegiatan yang harus dijalani dalam rangka membantu meningkatkan mutu pendidikan madrasah. Secara umum di tingkat propinsi, misalnya, kegiatan yang telah Komponen 3 laksanakan diawali dengan merekrut lembaga mitra dan memberikan dukungan untuk penyusunan rencana kegiatan, menyelenggarakan pelatihan pelatih (TOT), memberikan sosialisasi ke level madrasah. Setelah itu, lembaga mitra melaksanakan pelatihan untuk madrasah untuk Manajemen Berbasis Madrasah (MBM). Selanjutnya, madrasah didampingi dengan program mentoring untuk mengisi Evaluasi Diri Madrasah, mengembangkan rencana kerja dan rencana anggaran. Hampir tak ada jedanya, pelatihan diikuti pelatihan lainnya. Pun, program pendampingan silih berganti, mulai Hidup Sehat, Pembelajaran Aktif, KTSP dan masih akan banyak lagi kegiatan untuk madrasah agar siap untuk divisitasi tim asesor Badan Akreditasi Propinsi (BAP).

Secara umum, hal-hal yang sangat berperan dalam ketercapaian tujuan setiap kegiatan ditentukan oleh tim yang handal di setiap tingkat kegiatan, mulai dari tim di Komponen 3, Lembaga Mitra (tim manajemen, tim pelatih dan tim mentor) hingga di tingkat madrasah. Tim handal ini mencerminkan kompetensi yang memadai, kecakapan manajerial , dan komitmen yang tinggi. Informasi dibagi rata dan cepat. Setiap kegiatan direncanakan dengan baik dan matang, dan memiliki target dan sasaran yang jelas. Dan masih banyak hal-hal detil yang menyertainya. Namun demikian, tantangan yang menghadang juga tidak sedikit dan bandel. Tantang waktu yang terbatas, jarak yang membuat lelah, serta energi yang tidak selalu fit ada beberapa di antara tantangan itu. Tentu saja, apresiasi semua anggota tim di semua tingkatan harus mendapatan tempat tersendiri, karena di sanalah semua kegiatan berawal.

Nach, bagaimana ke depannya? Kita perlu berpikir bagaimana caranya agar kita terhindar dari kaum yang dinilai merugi, utamanya dalam berorganisasi, baik dalam semua jenis, tingkatan, maupun tujuan persekutuannya. Tentu, tuntunan visi, misi dan regulasi yang ada, pembetukan tim yang handal, serta perencanaan yang matang masih tetap menjadi patokan. Namun sebelum itu semua, ada baiknya untuk merenungkan tulisan Gary Hamel dan C.K Prahalad berjudul “Strategic Intent“, yang di muat di jurnal Harvard Business Review (Mei-Juni 1989). Sebuah karya yang sudah agak jadul, tapi saya pikir masih sangat relevan. Keduanya meneliti berbagai perusahaan besar yang sukses. Sukses dalam arti organisasinya berkembang, aset bertambah, profit meningkat, bahkan bisa menumbangkan kompetitor di kandangnya.

Hamel dan Prahalad meneliti berbagai perusahaan Jepang yang berhasil merambah pasar Amerika dan membangun imperium kejayaannya. Mereka mencontohkan bagaimana caranya perusahaan fotokopi Cannon mampu menyaingi Xerox. Perusahaan alat-alat berat dari Jepang Komatsu mengalahkan Caterpilar di kandangnya, Amerika, sementara di kandang Komatsu, Caterpilar tak bertaji. Kedua penulis itu menjelaskan bagaimana perusahaan mobil Jepang Honda untuk memasuki pasar Amerika yang dikuasai Ford saat itu. Setelah mempelajari semuanya, diketahui bahwa organisasi-organisasi berorientasi profit itu memiliki apa yang mereka sebut ‘strategic intent‘ sebuah intensi atau keinginan yang sangat kuat nan strategis untuk menang, untuk mencapai mutu yang unggul. Komatsu memiliki slogan “Mengurung Caterpilar”, Canon bertekad “Lumpuhkan Xerox”, dan menyadari kuatnya Ford di Amerika, Honda bertekad menjadi kendaraan ranking kedua dari semua mobil yang beredar ada di sana. Itulah Intensi strategis, yang menuntun visi, misi dan tujuan organisasi. Dengan intensi strategis itu pula mereka mencapai kesuksesan, mereka berhasil.

Sebenarnya, intensi strategis ini memiliki beberapa unsur. Pertama, intensi itu memunculkan semangat dan inti untuk selalu menang, selalu berhasil. Semangat untuk mencapai kemenangan ini harus diketahui, dimiliki dan jalankan oleh semua staf yang ada dalam organisasi. Kedua, intensi strategis ini cukup langgeng dalam mewarnai kerja dan kinerja organisasi. Intensi strategis ini tidak muncul hanya untuk satu atau dua tahun. Harus disadari bahwa, untuk menang itu butuh proses yang panjang. Itu bisa saja sepuluh hingga dua puluh tahun. Dan terakhir, begitu sebuah organisasi mengibarkankan intensi strategisnya, ia harus menjadi tugas bersama semua staf dan komitmen untuk mewujudkannya harus menjadi bagian dari hidup para staf.

Dalam contoh di negeri kita, perusahaan penerbangan nasional Garuda Indonesia telah merumuskan intensi strategis ini. Intensi itu mereka sebut Quantum Leap. Intensi strategis berjangka 10 tahun, dipisah menjadi dua tahap, Journey 1 (2006-2010) dan Journey 2 (2011-2015). Lompatan yang akan dilakukan Garuda dalam Journey 2 ini adalah dari 89 armada menjadi 154 di 2015, penumpang yang diangkut 12,5 juta menjadi 35,2 juta orang di 2015, dari pesawat berbintang 4 menjadi bintang 5 di tahun 2015. Apa hasilnya? Hanya dalam periode 2010-2011 saja, di level nasional, Garuda menyabet delapan penghargaan bergensi . Di level internasional, Garuda diakui dengan tiga penghargaan prestisius.

Sekarang, bagaimana dengan intensi strategis kita, organisasi kita, lembaga mitra, madrasah. Sudahkah kita memikirkannya? Apa kita sudah memilikinya? Saat ini kita di ujung waktu kalender dan awal tahun. Ini momentum yang tepat untuk membuat resulosi untuk tahun 2013. Inilah saatnya untuk segera memulai membuat intensi strategis. Intensi itu tidak harus terbentuk di minggu pertama bulan Januari. Boleh jadi, intensi baru terbentuk pada pertengahan tahun. Itu tidak masalah. Yang penting adalah bagaimana kita punya intensi strategis itu.

Sebagai contoh saja, untuk sebuah madrasah ibtida’iyah, intensi strategis yang harus dibangun dalam tujuh tahun adalah menjadi madrasah rujukan di kabupaten dengan tingkat pendaftaran kelas 1 satu rombongan belajar, tentu saja dalam tiga kelas. Modal awalnya katakalah peringkat akreditasi C. Peringkat ini adalah nilai otentik melalu proses akreditasi yang bermakna. Di tahun ke lima setelah akreditasi itu, madrasah harus mencapai A, yang diiringi dengan berbagai prestasi siswa, guru, dan madrasah di semua tingkatan. Sehingga, pada tahun ketujuh, intensi menjadi madrasah rujukan se kabupaten bisa terwujud. Tentu apa yang saya tulis ini bukan pekerjaan mudah. Memang begitulah adanya. Intensi strategis ini adalah pekerjaan berat dan besar. Di level dan jenis apa pun organisasinya, organisasi negara, lembaga mitra, madrasah bahkan tingkat individu, intensi strategis itu berat dan tugas yang besar.

Kenyataannya, intensi strategis adalah sebuah awal. Bila kita tak punya intensi strategis itu berarti kita tak punya keinginan untuk lebih maju, lebih besar, lebih bermutu. Pertanyaannya, apakah kita mau menjadi kaum yang merugi? Saya, tidak mau. Anda?

 

Semoga bermanfaat. Salam sukses !

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *