Monitoring : Bukan sekedar Berkunjung !

Dalam sebuah meeting di C3, terjadi sebuah perdebatan yang cukup panas dan memeras otak peserta yang cukup panjang dan lama. Sehingga, begitu pertemuan tersebut kelar, sepertinya, semua peserta rapat baru saja keluar dari ruangan yang AC nya mati, panas… Ada banyak agenda yang dibahas di pertemuan itu, dan yang paling menyita pemikiran adalah Kunjungan monitoring madrasah oleh C3.

Yang menjadi pokok perdebatannya adalah sebuah pertanyaan tentang bagaimana caranya dalam satu kunjungan monitoring ke madrasah C3 sudah punya data tentang perkembangan madrasah, efektifitas program dukungan di tingkat madrasah dan memetakan kebutuhan lebih lanjut untuk madrasah dan SNIP dalam mengefektifkan program percepatan akreditasi ini.

Tentu saja, template instrumen monitoring menjadi sangat krusial, sangat penting dalam kegiatan ini. Yaaa …. tidak bermaksud lebay, hanya sebuah ilustrasi saja, bila monitoring madrasah itu sebuah perang besar, maka template instrumen monitoring itu adalah medan pertempuran yang sengit..

Tentu kawan-kawan SNIP masih ingat wacana yang dilontarkan saat rapat koordinasi tentang skema monitoring perkembangan madrasah yang berbasis instrumen akreditasi BAN-SM. Dalam usulan itu diawali dari data baseline dari assessment awal, lalu dengan instrumen yang sama ada kegiatan ‘assessment’ sejenis yang diselipkan sebelum proses assessment endline dimulai. Dengan demikian, kita sudah bisa memetakan sejauh mana perkembangan madrasah saat ini dan mulai mengindentifikasi program intervensi apa agar madrasah yang berkinerja rendah bisa mengejar mereka yang telah berlari kencang.

Ide ini bagus dengan tantangan soal durasi yang cukup lama di madrasah dan jumlah madrasah yang cukup besar. Kita bisa melakukannya dengan dipadukan melalui program mentoring, yang berarti mentor lah yang akan bergerak. Sehingga, kegiatan monitoring ini dapat berlangsung dalam waktu satu bulan. Dan pada bulan kedua, program semacam ‘klinik madrasah’ bisa dilaksanakan pada bulan selanjutnya. Ini feasible.

Pertanyaannya, bagaimana kita mengetahui dengan yakin bahwa madrasah yang berkinerja di bawah harapan kita itu adalah karena madrasah sendiri dan bukan karena kurang efektifnya program yang dilaksanakan SNIP di level madrasah? Dengan pertanyaan yang berbeda, adakah faktor lain di luar madrasah yang membuat mereka berkinerja kurang optimal?

Nach… Ini yang tidak bisa dijawab oleh instrument dan program assessment antara baseline dan endline data itu. Alasannya adalah data hasil dari program itu merupakan peta kelemahan madrasah saat ini. Data yang dihasilkan adalah sama dengan data akreditasi. Lalu, bagaimana kita tahu bahwa program kita itu cukup efektif di level madrasah?

Ddddwwwuuueeennnggggg!!!! Perang dimulai di ruang meeting itu..

——————-

Dalam kumpulan proceeding seminar tentang Pembentukan Kebijakan (decision making) berjudul “What Constitutes a Good Decision”, Giandomico Majone seorang Analis Sistem Terapan dari Austria menyatakan bahwa “a good decision is more than a right decision”, keputusan yang baik lebih dari keputusan yang benar.

Maksudnya begini, statemen ini mengandung beberapa unsur analisa di bawahnya. Pertama, ada perbedaan yang jelas antara baik dan benar. Keputusan dan tindakan yang benar sangat kaitkan dengan persyaratan, atau rukun dan syarat sah, sebuah keputusan dan tindakan. Sementara, keputusan yang baik belum tentu memenuhi semua persyaratan, tapi dapat memenuhi tingkat kepuasan semua pihak. Benar itu dikaitkan dengan kriteria biner (benar-salah), sementara Baik itu menempati posisi dalam skala tingkat kepuasan.

Aspek selanjutnya adalah sebuah kebijakan manakala diterapkan akan bergerak di dua poros utama: poros hasil (outcome) dan poros proses. Hasil dan proses merupakan dua aspek yang penting dalam menjalankan sebuah kebijakan. Kita bisa menentukan titik target atau output kegiatan, sebagai mana kita susun dalam rencana dan kontrak kerja SNIP itu.

Dan proses mencapainya adalah jalan yang berliku dan seringkali membuat kita panas-dingin. Oleh karenanya, dua poros ini kemudian melahirkan dua kutub rasionalitas dalam kebijakan: substantif dan prosedural. Rasionalitas subtantif akan menuntukan mencari jalan yang paling efektif dalam mencapai tujuan. Sementara, rasionalitas prosedural akan menuntun kita memecahkan segala tantangan operasional kita dalam mencapainya.

Lalu, di mana letak monitoring dan evaluasi ? Nach itulah perdebatannya… Apakah C3 akan fokus di outcome, atau di proses, atau di keduanya? Atau pada aspek baik dan benarnya? Ataukah rasionalitasnya? Pilihan fokus tersebut akan menentukan desain, skema bahkan template instrumennya.

——————–

Akhirnya, meeting itu memunculkan kebutuhan C3 dan SNIP perlu bertemu, meeting, koordinasi. Tentu saja, bukan sekedar monitoring.

 

Semoga bermanfaat. Salam sukses!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *